“Tumpek Pengatag” Menyambut Galungan
Pembelajaran Bagi Umat Hindu dalam Pelestarian Lingkungan
Oleh: I Made Suniarta, Denpasar
Pada
setiap Saniscara Kliwon Wariga, umat Hindu selalu menghaturkan sesajen
kehadapan Sanghyang Sangkara sebagai dewanya segala tumbuh-tumbuhan.
Pada hari ini ditetapkan dan diberi nama Tumpek Pengarah, Tumpek
Penguduh/uduh, Tumpek Pengatag, Tumpek Bubuh oleh umat Hindu merupakan
cetusan hatinya yang paling dalam menggambarkan rasa kasih dan sayangnya
kepada tumbuh-tumbuhan. Sebab umat Hindu menyadari bahwa dalam
menjalani hidupnya di dunia ini tidak bisa berdiri sendiri (individu)
tetapi selalu membutuhkan orang lain sebagai teman untuk mengarungi
hidupnya sampai pada tujuannya yang terakhir, maka itu manusia disebut
sebagai mahluk sosial. Karena manusia selalu membutuhkan orang lain
sebagai teman maka muncullah konsep dalam agama Hindu yang disebut
dengan Tri Hita Karana yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya.
Kemudian hubungan manusia dengan lingkungan timbul pemikiran umat Hindu
untuk ditetapkan sebagai hari raya yang disebut Tumpek Pengatag/Tumpek
Uduh.
Pada Tumpek Penguduh yang dipuja adalah Sang Hyang Siwa
sebagai Bhatara Sangkara sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan, yang
menyebabkan tumbuh-tumbuhan berkembang biak, berdaun, berbunga, berbuah
lebat sesuai dengan kegunaannya. Melakukan pemujaan yang ditujukan
kepada Bhatara Sangkara maka yang dipakai objek adalah tumbuh-tumbuhan
yang paling erat kaitannya dengan manusia dipakai dalam kebutuhan hidup
sehari-hari seperti : pohon kelapa, pohon mangga, pohon wani, pohon
durian, pohon jambu dan sebagainya. Pada hari ini mengingatkan kepada
manusia bahwa hari raya Galungan sudah datang 25 hari lagi, maka segala
persiapan untuk menyambut dan merayakan hari raya Galungan telah
dimulai. Tujuan umat Hindu menghaturkan upacara pada hari ini adalah
untuk menghaturkan rasa terima kasih kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
dalam manifestasi sebagai Bhatara Sangkara, bahwa beliau telah
menciptakan tumbuh-tumbuhan serta memohon agar tumbuh-tumbuhan itu dapat
berkembang biak dengan baik dan berguna bagi manusia. Sekaligus juga
memohon agar tumbuh-tumbuhan berbuah baik dan banyak sehingga ketika
menjelang Galungan agar dapat dipergunakan sebagai sarana upacara
persembahan di hari raya Galungan. Pada umumnya upacara ini dilakukan di
pekarangan/perkebunan, tegalan yang banyak dipelihara pepohonan yang
berguna bagi kehidupan manusia.
Kemudian kalau kita pandang dari
segi pendidikan bahwa Tumpek Pengatag itu merupakan media pembelajaran
bagi umat Hindu untuk belajar saling menghormati dan saling menyayangi.
Kenapa dalam hal ini yang dipakai obyek penghormatannya adalah
tumbuh-tumbuhan. karena tumbuh-tumbuhan telah banyak berjasa terhadap
manusia dengan tulus ikhlas memberikan kesempatan kepada manusia untuk
memetik daunnya, buahnya bahkan sampai batangnyapun ditebang dia rela.
Walaupun tumbuh-tumbuhan hanya memiliki eka premana yaitu bayu saja,
tetapi tumbuh-tumbuhan memiliki rasa kasihan dan rasa peduli kepada yang
lainnya walaupun dia tidak sejenis atau sekelompok speciesnya namun dia
mampu memberi makan dan menyediakan kebutuhan binatang dan manusia
untuk keperluan sehari-harinya seperti sayur, buah, kayu, rasa aman
tempat berteduh dan sebagainya.
Tetapi walaupun demikian
tumbuh-tumbuhan tidak pernah memiliki rasa benci, memfitnah, irihati
kepada binatang dan manusia, jika binatang dan manusia ingat memelihara
dan melestarikan dirinya. Tetapi jika manusia hanya meminta dan
menyakiti tumbuh-tumbuhan dan tidak pernah menanam, memelihara,
melestarikan serta tidak pernah peduli padanya maka tumhuh-tumbuhan pun
bisa berubah menjadi bhutakala yang akan mencelakakan manusia sehingga
dia tidak mau menahan unsur-unsur panca mahabhuta seperti : unsur
pertiwi, apah, teja, bayu, ether. Jika kelima unsur panca maha bhuta mi
sudah murka maka terjadi bencana seperti : banjir, tanah longsor, gempa,
angin ribut yang mana semuanya akan membuat manusia dan hewan menjadi
celaka dan sengsara. Karena apa yang terjadi itu disamping disebabkan
oleh hukum alam (hukum Rta) tetapi penyebabnya yang paling banyak adalah
ulah manusia itu sendiri karena tidak pernah mau peduli terhadap
pelestarian lingkungan, tetapi manusia hanya bisa meminta dan merusak
dari alam itu sendiri seperti menebang hutan tanpa menanam lagi,
sehingga gunung menjadi gundul dan mengakibatkan terjadinya banjir.
Tanah-tanah sawah menjadi kering kekurangan air karena tidak ada
kayu-kayu besar lagi yang bisa menahan air hujan kemudian perlahan-lahan
dialirkannya ke-dataran yang lebih rendah.
Padahal kita sejak
dan dulu mendapat warisan budaya untuk melestarikan lingkungan seperti
contoh setiap ada kayu besar di Bali kebanyakan diisi saput poleng yang
disakralkan oleh umat Hindu untuk dijadikan tempat pemujaan yang
dilestarikan secara rokhani dengan jalan setiap hari menghaturkan
sesajen menurut kepercayaan agama Hindu bahwa disana diyakini ada
sesuatu yang bisa membuat kita celaka kalau kita lewat seperti : jin,
tonya, banaspatiraja dan sebagainya agar manusia itu tidak diganggu
dalam kehidupannya sehingga menjadi jagadhita dalam hidupnya. Tetapi
jika kita pandang dari segi ilmu bahwa pohon-pohon yang besar dapat
berfungsi menghatur terjadinya sirkulasi air dimana air laut dipanaskan
oleh matahari akan menguap, kemudian dari uap akan berubah menjadi
embun, embun didaerah lembab akan menjadi hujan, air hujan ditahan oleh
akar-akar pohon kemudian dialirkan perlahan-lahan melalui sungai menuju
sumbernya (muaranya) lagi yaitu laut.
Maka melalui hari raya
Tumpek Uduh ini manusia pada umumnya dan umat Hindu pada khususnya mulai
belajar untuk bisa menanam, memelihara tumbuh-tumbuhan melalui
reboisasi atau penghijauan kembali. Kita sebagai manusia yang disebut
insan Tuhan yang paling sempurna yang memiliki pikiran, janganlah kita
selalu saling memfitnah, menghina dan saling menyalahkan orang lain, dan
kita sendiri harus sadar bahwa yang lewat itu adalah dipakai guru yang
paling berharga untuk belajar menuju yang lebih baik dan sejahtera.
Tumpek Uduh dipakai objek adalah tumbuh-tumbuhan adalah pedoman bagi
manusia pada umumnya dan umat Hindu pada khususnya agar tumbuh dalam
pikirannya untuk melestarikan lingkungannya dengan jalan saling
menghormati, saling menyayangi, saling memelihara, dan saling membantu
serta saling menolong diantara semua insan ciptaan Tuhan. *WHD. No. 486
Juni 2007.
sumber : http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=800&Itemid=100
“Tumpek Pengatag” Menyambut Galungan
00.53 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar